Pengembangan sepuluh destinasi wisata baru atau biasa disebut dengan
"Bali baru" terus dikebut pemerintah. Dalam rapat terbatas pada
Kamis, 16 November 2017, Presiden Joko Widodo meminta jajaran terkait untuk
bergerak cepat dalam menuntaskan program ini.
"Sepuluh Bali baru ini harus cepat diselesaikan. Kementerian PU,
Kementerian BPN, Kementerian Lingkungan Hidup, Bekraf, Kementerian Koperasi dan
UKM, semuanya harus siap terintegrasi dalam sebuah program pengembangan yang
sudah kita putuskan," tegasnya di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Menurut Presiden, ada sebuah kesempatan besar yang dapat dimanfaatkan oleh
Indonesia. Wisatawan asal Tiongkok misalnya, seperti data yang didapat
Presiden, terdapat lonjakan jumlah wisatawan asal Tiongkok ke penjuru dunia,
yakni sebesar 125 juta orang. Angka tersebut diperkirakan akan bertambah
menjadi 180 juta dalam lima tahun ke depan.
"Itu baru dari satu negara. Dan dari sana itu hampir separuhnya
masuknya ke Asia. Separuh dari 125 juta, artinya 62 juta itu masuk ke Asia.
Dari angka tersebut, kalau kita memiliki destinasi 10 Bali baru yang kita garap
dengan cepat dan baik, tentu saja dengan diferensiasi yang berbeda antara satu
dengan lain, saya kira ini menjadi suatu yang menarik," ucapnya.
Dalam mengembangkan sepuluh Bali baru itu, Kepala Negara meminta
dilakukannya diferensiasi masing-masing destinasi wisata. Dengan diferensiasi
itu, wisatawan tentu akan memiliki tujuan wisata yang lebih banyak lagi di
Indonesia.
"Saya kira kita harus memiliki pembeda-pembeda itu sehingga kita
harapkan dari 62 juta yang hanya dari satu negara itu separuh atau sepertiganya
datang ke kita. Itu sudah 20 juta sehingga kalau target yang kita berikan
kepada Menteri Pariwisata tahun 2019 angkanya adalah 20 juta itu juga bukan
sesuatu yang amat sulit untuk kita capai," tuturnya.
Terkait hal ini, Kepala Negara meminta jajarannya untuk dapat aktif
bergerak dan saling mengintegrasikan diri antara satu kementerian dengan
lainnya. Karena segala yang dilakukan dalam pengembangan kawasan tersebut
membutuhkan peranan banyak kementerian.
"Saya berikan contoh, misalnya kita ingin mengembangkan Mandalika atau
Danau Toba, ya lingkungannya harus disiapkan. Contoh kemarin seperti Mandalika,
bukit-bukit yang ada di kanan-kiri itu gundul semuanya, maka itu segera tanam.
Kemudian bangunan-bangunan adat jangan sampai malah dihilangkan dan diganti
dengan arsitektur Spanyol dan mediterania misalnya," kata Presiden.
Demikian halnya dengan yang ada di Danau Toba, rumah-rumah menarik yang
berwarna-warni di sekitar danau tersebut menurutnya dapat dijadikan kelebihan
tersendiri bagi pengembangan merek kawasan Danau Toba.
"Saya kira Bekraf atau Kementerian Pariwisata bisa
mengintervensi," sambungnya.
Selain itu, Kepala Negara juga mengingatkan agar pihaknya dapat segera
menyiapkan segala fasilitas publik yang diperlukan di kawasan-kawasan wisata
itu. Salah satunya ialah kawasan khusus bagi para pedagang dari masyarakat
sekitar.
"Kalau tidak nanti kita akan keduluan oleh pedagang-pedagang kaki lima
yang akan bertebaran di mana-mana. Kita siapkan satu tempat untuk mereka
berjualan. Saya kira sangat baik kalau kita menyiapkan," ucapnya.
Menutup pengantar rapat terbatas kali ini, mantan Gubernur DKI Jakarta ini
sekali lagi berpesan bahwa pemerintah memerlukan kecepatan dalam merespons
perkembangan pariwisata global yang begitu cepat.
Apalagi saat ini tren pola konsumsi masyarakat mulai berubah. Komoditas
yang berhubungan dengan rekreasi dan gaya hidup kini dianggap penting oleh
masyarakat dibanding membeli barang.
"Sekarang ini kelihatannya ada pergeseran orang untuk tidak belanja
barang, tapi senang wisata, senang mencoba restoran baru dan makanan-makanan
khas. Ini sebuah kesempatan yang dapat kita manfaatkan," tutupnya.
Jakarta, 16 November 2017
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden
Bey Machmudin
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »